Bismillahirrahmanirrahim

Lembaga peradilan merupakan salah satu pondasi utama dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat. Terwujudnya penegakkan keadilan tersebut tidak hanya dilihat dari putusan yang dijatuhkan, namun juga dilihat sejak tahap awal proses penanganan perkara yang harus sesuai dengan ketentuan hukum acara.[1]

Proses beracara di pengadilan harus selalu mengedepankan prinsip fair trial atau peradilan yang berimbang. Maksud dari fair trial adalah para pihak yang berpekara harus didengarkan oleh hakim secara berimbang dan tidak ada keberpihakan dalam sikap, tutur kata, maupun perlakuan dalam persidangan kepada salah satu pihak.[2] Tujuan utamanya, untuk menjamin proses peradilan terhindar dari perbuatan tercela (misbehavior) dari aparat pengadilan.

Hakim dalam memeriksa suatu perkara harus mendengarkan kedua belah pihak (audi et alteram partem). Namun peraturan perundang-undangan memberikan antisipasi dalam hal keadaan Tergugat telah dipanggil secara patut tidak datang menghadiri sidang pertama tanpa alasan yang sah. Pada perkara tersebut hakim secara ex officio dapat memutus secara verstek tanpa dibuktikan terlebih dahulu.[3] Lebih lanjut verstek diatur dalam Pasal 125-129 HIR dan Pasal 149- 153 RBg. Tujuan dari acara verstek adalah menghindari iktikad buruk dari Tergugat yang tidak hadir untuk menghambat pemeriksaan dan penyelesaian perkara.[4]

Hakim harus hati-hati dalam menjatuhkan putusan verstek, sebab dalam pemeriksaan perkara banyak aspek yang harus dipertimbangkan, rumit dan sangat kompleks. Berdasarkan Pasal 126 ayat (1) HIR dengan pertimbangan prinsip fair trial sesuai dengan audi et alteram partem, jika Tergugat tidak hadir memenuhi pemeriksaan sidang pertama maka kurang layak langsung menghukumnya dengan putusan verstek. Hakim harus memberikan kesempatan lagi kepada Tergugat untuk hadir di persidangan dengan memundurkan waktu pemeriksaan.[5]  Penerapan tersebut bertujuan memberi kesadaran dan kesempatan yang wajar kepada Tergugat untuk membela dan kepentingannya dalam pemeriksaan persidangan yang dihadirinya atau kuasannya.[6]

Boleh tidaknya dijatuhkan verstek berkaitan dengan Pemanggilan kepada Tergugat yang harus dilaksanakan secara sah dan patut. Sebab hal itu dapat mewujudkan pelaksanaan fair trial dan adanya putusan pengadilan yang tidak hanya baik secara yuridis, tetapi juga secara moral serta sosial.[7] Pemanggilan tersebut memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:[8]

  1. Pemanggilan dilaksanakan oleh juru sita (Pasal 388 jo. Pasal 390 ayat (1) HIR)
  2. Pemanggilan dilaksanakan dalam bentuk surat panggilan secara tertulis (Pasal 390 ayat (1), Pasal 2 ayat (3) Rv). Pemanggilan dapat dilakukan melalui media cetak atau media massa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
  3. Cara pemanggilan dalam Pasal 390 ayat (1) dan (3) HIR atau Pasal 6 ke-7 RV:
  • Tempat tinggal Tergugat diketahui maka disampaikan kepada yang bersangkutan atau keluarganya. Apabila yang bersangkutan atau keluarga tidak ditemui di rumah maka disampaikan kepada kepala desa.
  • Tempat tinggal Tergugat tidak diketahui maka juru sita menyampaikan panggilan kepada walikota atau bupati atau dapat dilakukan melalui media cetak atau media massa.
  • Pemanggilan Tergugat yang berada di luar negri dilakukan secara diplomatik
  • Pemanggilan terhadap Tergugat yang menninggal berpedoman kepada pasal 390 ayat (2) HIR dan Pasal 7 Rv.

     A. Apabila ahli waris dikenal, panggilan ditujukan kepada semua ahli waris tanpa menyebut identitas mereka satu per satu

        dan panggilan disampaikan di tempat tinggal almarhum pewaris.

    B. Apabila ahli waris tidak dikenal, panggilan disampaikan melalui kepala desa di tempat tinggal terakhir almarhum pewaris

4. Jarak pemanggilan dengan hari sidang berpedoman kepada Pasal 122 HIR atau Pasal 10 Rv, yaitu:

  • Dalam keadaan normal

    1. 8 hari apabila jaraknya tidak jauh.

    2. 14 hari apabila jaraknya agak jauh.

    3. 20 hari apabila jaraknya jauh.

  • Dalam keadaan medesak dapat dipersingkat namun tidak boleh kurang dari 3 hari.

Oleh karena itu prinsip fair trial harus selalu diterapkan dalam beracara di pengadilan, salah satunya dalam memutuskan verstek. Hal tersebut diwujudkan dengan apabila Tergugat tidak hadir dalam sidang pertama hakim tidak langsung memutus verstek melainkan menunda sidang dan memerintahkan juru sita untuk melakukan pemanggilan kembali kepada Tergugat secara sah dan patut. Diputusnya suatu perkara dengan putusan verzet tidak menutup perlawanan yang dapat diajukan oleh Tergugat. Berdasarkan Pasal 129 ayat (1) HIR terdapat upaya hukum terhadap putusan verstek, yaitu Tergugat dapat mengajukan verzet. (Utami Puspaningsih)                                                                     

 

[1] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. v.

[2] M. Natsir Asnawi, Hukum Acara Perdata, Yogyakarta: UII Press, 2016, hlm. 1.

[3] Darmawati dan Asriadi Zainuddin, Penerapan Keputusan Verstek Di Pengadilan Agama, Jurnal Al-Mizan, Vol 11 No 1 (Juni, 2015), hlm. 90.

[4] M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 444.

[5] Ibid., hlm. 450.

[6] Ibid., hlm. 389.

[7] Bustanul Arifien Rusydi, Problem Kehadiran Dan Upaya Hukum Tergugat Dalam Putusan Verstek Perkara Perceraian Pada Pengadilan Agama Bandung,  Jurnal Muslim Heritage, Vol. 5, No. 2 (Desember, 2020), hlm. 388.

[8] M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 447-446

Media Sosial

Search

Survey Kepuasan Masyarakat (SUKAMAS)

Statistik Website

4788291
Hari ini
Minggu ini
Bulan ini
TOTAL
2871
10075
235489
4788291

0.75%
22.77%
0.20%
0.05%
0.01%
76.22%

Your IP:18.97.9.168

Jam Pelayanan

JAM KERJA
Senin s/d Kamis
Jum'at
08.00 - 16.30
08.00 - 17.00
ISTIRAHAT
Senin s/d Kamis
Jum'at
12.00 - 13.00
12.00 - 13.30
HARI TUTUP KANTOR
Sabtu s/d Minggu / Hari Besar

  

Jadwal Sidang

  • SELAMAT_DAN_SUKSES_Hamid_Pulungan.png
  • SELAMAT_DAN_SUKSES_Zulkifli_Yus.png
  • TURUT_DUKA_CITA_Pak_Shobirin.png